TIDAK seorang pun boleh menghapus nama Ferril Raymond Hattu dalam sejarah sepak bola Indonesia. Dulu Ferril dikenal sebagai libero terbaik Indonesia. Elegan, cerdas, dan sulit dilewati. Dia mengambil bola dengan sempurna tanpa harus menyakiti lawan. Akurasi umpannya terjaga dengan baik. Di luar lapangan, Ferril–dia enam tahun memegang ban kapten tim nasional–adalah pribadi yang menyenangkan.
Kamis (29/11), satu hari setelah tim nasional mengalahkan Singapura di Stadion Bukit Jalil, saya bertemu Ferril. Kami ngobrol sepak bola. Suaranya pelan. Dia bertutur dengan kalimat-kalimat yang tersusun rapi. Tapi pengagum Johan Cruyff itu bisa meledak-ledak, berontak, bicara pedas setiap kali menyikapi orang-orang yang tak sepaham dengannya dalam memperbaiki sepak bola di negeri ini, terutama yang berkomentar miring terhadap tim nasional Indonesia. “Jangan bawa sakit hati Anda dalam sepak bola,” kata Ferril.
Ferril–lahir di Surabaya, 9 Agustus 1962–mengaku sulit memahami sejumlah mantan pemain nasional yang masih saja membawa “sakit hati” ketika bicara Tim Nasional. Padahal, kata Ferril, “Saya mau tanya gelar juara apa yang pernah mereka bawa ke Indonesia? Jangan terlalu naif menilai tim nasional yang saat ini sedang berjuang di Kuala Lumpur. Jika mau memperbaiki sepak bola, mari bersama saya”.
Saya beruntung berteman dengan Ferril. Cerdas, sejuk dalam bertutur, keras dalam bersikap. Dia tak pernah membangga-banggakan dirinya pernah ikut membawa Indonesia juara SEA Games 1991 di Manila dan juara Subgrup III Asia Pra-Piala Dunia pada 1985.
Ferril apa adanya. Dia menyandang nama besar. Dia adalah legenda sepak bola Indonesia setelah nama-nama besar, di antaranya Sutjipto Soentoro, Iswadi Idris, Ronny Pattynasarany, Abdul Kadir, Yakob Sihasale, mendahului kita.
Sejatinya Ferril cukup bangga dengan apa yang sudah dia lakukan. Ikut membawa pulang medali emas SEA Games Filipina pada 1991 adalah momen terindah bagi karier Ferril. Bukan karena medali tersebut adalah medali emas terakhir yang direbut tim sepak bola Indonesia di pesta olahraga bangsa-bangsa Asia Tenggara, tapi waktu itu Ferril adalah kapten tim besutan Anatoli Polosin.
Sejak itu Indonesia selalu gagal mengulang tradisi emas lantaran terus kalah bersaing dengan negara-negara tetangga. Prestasi terakhir tim nasional di SEA Games adalah ketika Indonesia menjadi tuan rumah pada 2011; dikalahkan Malaysia di partai final.
Kini, Ferril melihat peluang membawa gelar juara itu ada pada pasukan Nil Maizar yang bertarung di Piala AFF 2012 di Malaysia. Ferril tahu persis kekurangan yang ada dalam tim nasional. Tapi dia tetap mendukung Nil sebagai pelatih dengan tidak memaki.
Ferril tidak terlalu dalam menyoroti kelebihan dan kekurangan tim nasional saat ini. Dia pun tidak peduli hasil akhir yang akan dibawa pulang Nil ke Indonesia. Hanya saja dia sangat menyesali sejumlah pemain yang menolak panggilan tim nasional.
“Saya sangat tidak mengerti mereka bisa menolak panggilan negara apa pun alasannya. Mereka telah mengabaikan panggilan Indonesia,” kata Ferril.
Saya bisa memahami apa yang dikatakan Ferril. Tapi tidak terhadap Hamka Hamzah yang terkesan mentertawakan adik-adiknya yang sedang membawa nama negara di negeri orang. Ketika tim nasional tertinggal 1-2 lawan Laos, Minggu (25/11), yang akhirnya berakhir imbang 2-2, Hamka di akun Twitter-nya @hamkahamzah23 menulis: Membuat sejarah lagi!!!!!!
Saya tidak mengenal Hamka yang katanya pernah berada dalam tim nasional terbaik pada Piala AFF 2010. Hasil imbang melawan Laos yang ditorehkan Bambang Pamungkas dan kawan-kawan bisa benar sebuah sejarah bagi Hamka. Tapi, dia lupa, ada sejarah yang pernah dia catat ketika tim nasional dipecundangi Malaysia di partai final Piala AFF 2010 di Stadion Bukit Jalil.
Jika dia tak mampu mencatat “12 menit 3 gol” di Bukit Jalil, biar saya yang mencatat dengan baik sejarah buruk itu, yang saya ingat kelak sebagai peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Saya pun tak ragu mengatakan Anda sebagai “legenda” Bukit Jalil, tidak seperti Ferril Raymond Hattu, legenda yang telah mencatat sejarah indah dalam perjalanan sepak bola Indonesia, yang pantas dikenang hingga kapan pun. ***
original from http://90menit.co/injury-time/2012/11/dia-legenda-bukit-jalil/
No comments:
Post a Comment